- BIOGRAFI TOKOH
Douwes Dekker lebih
akrab dipanggil Danudirja Setiabudi adalah pahlawan nasional yang banyak
berjasa dalam dunia pergerakan nasional. Douwes Dekker bernama lengkap Dr.
Ernest François Eugène Douwes Dekker dilahirkan pada 8 Oktober 1879 di
Pasuruan, Jawa Timur. Beliau adalah salah seorang pelopor nasionalisme
Indonesia di awal abad ke-20, Aktivis politik,
wartawan, penulis buku serta penggagas nama "Nusantara" sebagai nama
untuk Hindia-Belanda yang merdeka. Setiabudi adalah salah satu dari "Tiga
Serangkai" pejuang pergerakan kemerdekaan Indonesia, selain dr. Tjipto Mangoenkoesoemo dan
Suwardi Suryaningrat.
Beliau anak ketiga
dari empat bersaudara. Orang tuanya adalah Auguste Henri Edouard Douwes Dekker
(warga Belanda) dan Louisa Margaretha Neumann keturunan campuran dari ayah
Jerman dan ibu Jawa. Masa kecilnya tinggal di Pasuruan dan menempuh pendidikan
dasar Nes di Pasuruan. Sekolah lanjutan pertama-tama diteruskan ke HBS di
Surabaya, lalu pindah ke Gymnasium Willem III, suatu sekolah elit di Batavia. Ketika
dibuang ke Eropa dimanfaatkan Douwes Dekker untuk mengambil program doktor di Universitas
Zürich, Swiss, dalam bidang ekonomi.
Douwes Dekker menikah dengan Clara Charlotte Deije
anak dokter campuran Jerman-Belanda tahun 1903, mempunyai lima anak. Tahun 1919
dan keduanya bercerai. Douwes Dekker menikah lagi dengan Johanna Petronella
Mossel seorang Indo keturunan Yahudi, pada tahun 1927. Johanna adalah guru yang
banyak membantu kegiatan kesekretariatan Ksatrian Instituut, sekolah yang
didirikan DD. Dari perkawinan ini mereka tidak dikaruniai anak. Di saat Douwes
Dekker dibuang ke Suriname tahun 1941 pasangan ini harus berpisah, Johanna
kemudian menikah lagi dengan Djafar Kartodiredjo, juga seorang Indo tanpa
perceraian resmi terlebih dahulu dengan Douwes Dekker. Ketika dalam pelarian di
Suriname dan Belanda tahun 1946, ia dekat Nelly Alberta Geertzema née Kruymel,.
Nelly kemudian menemani Douwes Dekker pulang ke Indonesia. Agar tidak ditangkap
intelijen Belanda Douwes Dekker kemudian menggunakan nama Danoedirdja Setiabuddhi dan Nelly
menggunakan nama Haroemi Wanasita, nama-nama yang diusulkan oleh Sukarno.
Sepeninggal Douwes Dekker, Haroemi menikah dengan Wayne E. Evans pada
tahun 1964 dan sekarang tinggal di Amerika Serikat.
- Aktivitas perjuangan dalam dunia pergerakan nasional
1.
Setelah lulus sekolah di Indonesia Douwes Dekker bekerja di perkebunan kopi
"Soember Doeren" di Malang, Jawa Timur. Ia tidak disukai teman-teman
kerja dan pihak manajemen perusahaan karena sering terlibat konflik
dengan atasan. Konflik tersebut dipicu perlakuan sewenang-wenang para atasan
terhadap karyawan rendahan. Akibatnya ia dimutasi di perusahaan perkebunan tebu
di Kraksaan. Di tempat kerja barunya ia juga terlibat konflik dengan atasan
karena membela petani dalam pembagian irigasi.
2.
Setelah menganggur dan ibunya meninggal, Douwes Dekker berkelana
ke Afrika Selatan tahun 1899. Disini ia ikut dalam Perang Boer Kedua melawan
Inggris. Ia bahkan sempat menjadi warga negara Republik Transvaal. Douwes
Dekker kemudian ditangkap dan dipenjara di kamp Ceylon. Perang Boer
3.
Douwes Dekker dipulangkan ke Hindia Belanda pada tahun 1902, dan bekerja sebagai agen
di perusahaan pengiriman milik negara.
4.
Ia juga berprofesi sebagai wartawan yang kritis. ia menjadi
penulis di harian terkemuka di Semarang De Locomotief. Di sini Ia
mulai terjuan dalam dunia organisasi. Tugas-tugas jurnalistiknya, seperti ke
perkebunan di Lebak dan kasus kelaparan di Indramayu, membuatnya kritis
terhadap kebijakan kolonial. Tulisan-tulisannya sangat pro kaum Indo dan
pribumi terutama ketika ia menjadi staf redaksi Bataviaasch Nieuwsblad,
1907. Artikel pedasnya "Het bankroet der ethische principes in
Nederlandsch Oost-Indie" ("Kebangkrutan prinsip etis di Hindia
Belanda")dimuat surat kabar Belanda Nieuwe Arnhemsche Courant dan
koran Jerman Das Freie Wort. Tujuh bulan kemudian tulisan panas
berikutnya muncul di surat kabar yang sama, "Hoe kan Holland het spoedigst
zijn koloniën verliezen?" ("Bagaimana caranya Belanda dapat segera
kehilangan koloni-koloninya?", versi Jermannya berjudul "Hollands
kolonialer Untergang"). Kembali kebijakan politik etis dikritiknya.
Tulisan-tulisan ini membuatnya mulai masuk dalam radar intelijen penguasa
5.
Douwes Dekker juga mulai terlibat dalam pergerakan nasional. Rumahnya menjadi
tempat berkumpul para perintis gerakan kebangkitan nasional Indonesia, seperti Sutomo
dan Cipto Mangunkusumo. Mereka belajar dan berdiskusi. Budi Utomo (BO),
organisasi yang diklaim sebagai organisasi nasional pertama, lahir atas
bantuannya. Ia bahkan menghadiri kongres pertama BO di Yogyakarta. Pada tahun
1910 (8 Maret) ia turut membidani lahirnya Indische Universiteit Vereeniging
(IUV), suatu badan penggalang dana untuk memungkinkan dibangunnya lembaga
pendidikan tinggi (universitas) di Hindia Belanda. Di dalam IUV terdapat orang
Belanda, orang-orang Indo, aristokrat Banten dan perwakilan dari organisasi
pendidikan kaum Tionghoa THHK
6.
Berangkat dari organisasi kaum Indo, Indische Bond dan Insulinde,
ia menyampaikan gagasan suatu "Indië" (Hindia) baru yang dipimpin
oleh warganya sendiri, bukan oleh pendatang. Namun kalangan indo kurang
mendukungnya. Tidak puas karena Indische Bond dan Insulinde tidak bisa bersatu,
pada tahun 1912 Nes bersama-sama dengan Cipto Mangunkusumo dan Suwardi
Suryaningrat mendirikan partai berhaluan nasionalis inklusif bernama Indische
Partij. Anggotanya berjumlah sekitar 5000 orang dalam waktu singkat.
Semarang mencatat jumlah anggota terbesar, diikuti Bandung. Partai ini sangat
populer di kalangan orang Indo, dan diterima baik oleh kelompok Tionghoa dan
pribumi, meskipun tetap dicurigai pula karena gagasannya yang radikal. Partai
yang anti-kolonial dan bertujuan akhir kemerdekaan Indonesia ini dibubarkan
oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda setahun kemudian, 1913 karena dianggap
menyebarkan kebencian terhadap pemerintah.
7.
Douwes Dekker, Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat kemudian
diasingkan ke Belanda, karena kritik Suwardi di De Expres,
"Als ik eens Nederlander was" (Seandainya aku orang Belanda).
8.
Setelah puolang kembali ke Indonesia, Douwes Dekker aktif sebagai
redaktur surat kabar De Beweging dan aktif dalam organisasi
Nationaal Indische Partij. Pada tahun 1919, Douwes Dekker
terlibat (atau tersangkut) dalam peristiwa protes dan kerusuhan petani/buruh
tani di perkebunan tembakau Polanharjo,
Klaten. Ia dianggap sebagai provokator para petani dalam pertemuan mereka
dengan orang-orang Insulinde cabang Surakarta, yang ia hadiri pula. Pengadilan
dilakukan pada tahun 1920 di Semarang. Hasilnya, ia dibebaskan; namun kasus
baru menyusul dari Batavia: ia dituduh menulis hasutan di surat kabar yang dipimpinnya.
Setelah melalui pembelaan yang panjang, Douwes Dekker divonis bebas oleh
pengadilan
9.
Atas dorongan Suwardi Suryaningrat yang saat itu sudah mendirikan
Perguruan Taman Siswa, ia kemudian ikut dalam dunia pendidikan, dengan
mendirikan sekolah "Ksatrian Instituut" (KI) di Bandung. Ia banyak
membuat materi pelajaran sendiri yang instruksinya diberikan dalam bahasa Belanda.
KI kemudian mengembangkan pendidikan bisnis, namun di dalamnya diberikan
pelajaran sejarah Indonesia dan sejarah dunia yang materinya ditulis oleh Nes
sendiri. Akibat isi pelajaran sejarah ini yang anti-kolonial dan pro-Jepang,
pada tahun 1933 buku-bukunya disita oleh pemerintah Keresidenan Bandung dan
kemudian dibakar. Pada saat itu Jepang mulai mengembangkan kekuatan militer dan
politik di Asia Timur dengan politik ekspansi ke Korea dan Tiongkok. Douwes
Dekker kemudian juga dilarang mengajar
10.
Ia kemudian bekerja di kantor
Kamar Dagang Jepang di Jakarta. Ini membuatnya dekat dengan Mohammad Husni
Thamrin, seorang wakil pribumi di Volksraad. Douwes Dekker
krmudian ditangkap karena dianggap kolaborator Jepang, yang mulai menyerang
Indocina Perancis. Ia juga dituduh komunis dan dibuang ke Suriname pada tahun
1941. Di sana ia ditempatkan di suatu kamp jauh di pedalaman Sungai Suriname
yang bernama Jodensavanne. Kondisi kehidupan di kamp sangat memprihatinkan.
Sampai-sampai DD, yang waktu itu sudah memasuki usia 60-an, sempat kehilangan
kemampuan melihat. Menjelang pertengahan tahun 1946 sejumlah orang buangan
dikirim ke Belanda, termasuk Douwes Dekker. Di Belanda ia bertemu dengan
Nelly Albertina Gertzema nee Kruymel, seorang perawat. Nelly kemudian
menemaninya kembali ke Indonesia dan sampai di Yogyakarta pada tanggal 2
Januari 1947
11.
Tak lama setelah kembali ia
segera terlibat dalam posisi-posisi penting di sisi Republik Indonesia.
Pertama-tama ia menjabat sebagai menteri negara tanpa portofolio dalam Kabinet
Sjahrir III, yang hanya bekerja dalam waktu hampir 9 bulan. Selanjutnya
berturut-turut ia menjadi anggota delegasi negosiasi dengan Belanda, konsultan
dalam komite bidang keuangan dan ekonomi di delegasi itu, anggota DPA, pengajar
di Akademi Ilmu Politik, dan terakhir sebagai kepala seksi penulisan sejarah
(historiografi) di bawah Kementerian Penerangan.
12.
Di Yogyakarta Douwes Dekker
tinggal satu rumah dengan Soekarno. Ia juga menempati salah satu rumah di Kaliurang. Dan dari rumah di
Kaliurang inilah pada tanggal 21 Desember 1948 ia diciduk tentara Belanda yang
tiba dua hari sebelumnya di Yogyakarta dalam rangka "Aksi
Polisionil". Setelah diinterogasi ia lalu dikirim ke Jakarta untuk
diinterogasi kembali. Douwes Dekker dibebaskan karena kondisi fisiknya
yang lemah dan setelah berjanji tak akan melibatkan diri dalam politik. Atas
permintaannya ia kemudian tinggal di Bandung. Ernest Douwes Dekker wafat dini
hari tanggal 28 Agustus 1950 pada
umur 70 tahun.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN :
Ernest Francois Eugene
Douwes Dekker, atau yang lebih dikenal. Sebagai Danudirdja Setiabudhi, adalah
seorang indo yang tidak mengakui keindoannya. Dia merasa bahwa dia seorang
Indonesia. Selain menamatkan pendidikannya di STOVIA, dia juga pernah kuliah di
UZ(Universitas Zurich), swiss
Pada tahun 1912, bersama-sama dengan Soewardi Soerjaningrat dan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, dia mendirikan Indische Partij (IP), sebuah organisasi politik pertama yang lahir di Indonesia. Tiga tokoh tersebut terkenal dengan julukan Tiga serangkai.
Pada tahun 1912, bersama-sama dengan Soewardi Soerjaningrat dan dr. Tjipto Mangoenkoesoemo, dia mendirikan Indische Partij (IP), sebuah organisasi politik pertama yang lahir di Indonesia. Tiga tokoh tersebut terkenal dengan julukan Tiga serangkai.
Tiga serangkai ini pernah di
tangkap dan dibuang ke Belanda akibat aktivitas mereka dalam Komite Bumiputra
yang menentang perayaan 100 tahun bebasnya Belanda dari penjajahan Prancis.
Douwes Dekker sering keluar
masuk penjara karena sikapnya yang keras terhadap pemerintahan Belanda dan
kegiatan-kegiatannya yang menginginkan Kemerdekaan Indonesia. Di bidang
pendidikan, Douwes Dekker juga mendirikan perguruan Ksatrya. Di perguruan ini,
dia menanamkan rasa kebangsaan yang tinggi kepada anak-anak didiknya. Atas
jasa-jasanya kepada bangsa dan negara, berdasarkan surat keputusan Presiden RI
No. 590/1961, dan akhirnya Ernest Francois Eugene Douwes Dekker diangkat
sebagai PAHLAWAN KEMERDEKAAN NASIONAL
SARAN :
Kita sebagai generasi penerus perjuangan Bangsa Indonesia, seharusnya
bisa meneladani dan mencontoh semangat perjuangan yang dilakukan oleh tokoh
pergerakan nasional, yang selalu menanamkan rasa kebangsaan yang tinggi terhadap
anak didiknya.
SUMBER :
·
Shadily, Hassan. 1973. Ensiklopedia
Umum. Yogyakarta: Yayasan Kanisius
http://www.tempo.co/read/news/2012/08/17/078424149/Tur-ke-Jawa-Douwes-Dekker-Menyiarkan-Indische-Partij
http://www.tempo.co/read/news/2012/08/17/078424149/Tur-ke-Jawa-Douwes-Dekker-Menyiarkan-Indische-Partij
bagus (y)
BalasHapus